tafsir ayat tentang Mahar
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pernikahan merupakan salah satu dari sunnah rasul, ia diartikan sebagai sebuah ikatan dan perjanjian antara suami istri yang mengharuskan masing-masing pihak menaati kewajibannya.
Dalam pernikahan, Allah mewajibkan
seorang suami memberikan mahar kepada seorang istri agar suami menghayati
kemuliaan dan kehormatan istrinya, maka Allah memerintahkannya untuk
memberikannya sebuah hibah yang bersifat sukar\ela atau yang sering disebut
dengan mahar.
Pernikahan merupakan suatu kontrak sosial antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama. Dalam syariat islam, pemberian maskawin merupakan suatu kewajiban bagi seorang laki-laki yang merupakan kesediaannya untuk menjadi suami dari perempuan yang diberi mahar tersebut.
Banyak dari kalangan masyarakat yang
salah dalam memahami mahar tersebut, mereka menganggap bahwa mahar hanya
sebatas pelengkap ritual akad nikah semata. Dengan demikian tidak sedikit orang
yang tidak bisa membedakan antara mahar dan barang gawan.
Dari kedua jenis pemberian ini
menjadikan mahar seolah tidak penting karena mahar ini menjadi hak penuh seorng
istri yang tidak ada harapan untuk bisa diambil kembali oleh pihak laki-laki.
Sehingga dengan adanya pemahaman ini, tidak jarang laki-laki yang memberi mahar
kepada pasangannya dengan seperangkat alat shalat saja.
Hal ini harus diluruskan untuk bisa
menjadikan arti sebuah perkawinan yang bertanggungjawab bisa tercapai, sehingga
tidak hanya sebagai kontrak sosial semata. Karena hakikat pernikahan adalah untuk
bisa hidup bersama secara utuh yang di dalamnya harus saling
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis
perlu merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini,
diantaranya:
1. Apa pengertian dari mahar?
2. Apa isi kandungan surat Al-Nisa’ ayat 4?
3. Bagaimana sababun nuzul surat Al-Nisa’ ayat 4?
4. Berapa batasan jumlah mahar?
5. Kenapa mahar diberikan secara kontan dan terhutang?
6. Bagaimana implikasi mahar terhadap relasi hubungan suami istri?
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian
mahar.
2.
Untuk mengetahui sababun
nuzul surat Al-Nisa’ ayat 4.
3.
Untuk mengetahui kandungan
surat Al-Nisa’ ayat 4.
4.
Untuk
menegetahui batasan jumlah mahar
5.
Untuk mengetahui
mahar yang diberikan secara kontan maupun terhutang
6.
Untuk mengetahui
implikasi mahar terhadap relasi hubungan suami istri
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian mahar
Beberapa definisi mahar
1.
Mahar
berasal dari bahasa Arab. Yaitu bentuk masdar dari kata Mahara-Yamharu-Mahran
yang artinya maskawin[1]. Di dalam al-Quran istilah mahar disebut dengan
al-sadaq, al-saduqah, al-nihlah, al-ajr, al-faridah dan al-‘aqd yang artinya
adalah maskawin. Menurut istilah syara’ mahar ialah suatu pemberian yang wajib
diberikan oleh suami kepada isteri dengan sebab pernikahan[2].
2.
Menurut
KHI pasal 1 ayat 4, mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada
calon mempelai wanita, baik berbentuk
barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam[3].
barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam[3].
Pemberian mahar suami
sebagai lambang kesungguhan suami terhadap isteri. Selain itu ianya
mencerminkan kasih sayang dan kesediaan suami hidup bersama isteri serta
sanggup berkorban demi kesejahteraan rumah tangga dan keluarga. Ia juga merupakan
penghormatan seorang suami terhadap isteri.
Walau bagaimanapun mahar
tidaklah termasuk di antara rukun-rukun nikah atau syarat sahnya sesuatu
pernikahan. Sekiranya pasangan bersetuju bernikah tanpa menentukan jumlah
mahar, pernikahan tersebut tetap sah tetapi suami diwajibkan membayar mahar
misil ( yang sepadan ). Ini berdasarkan satu kisah yang berlaku pada zaman
Rasulullah s.a.w. di mana seorang perempuan telah berkahwin tanpa disebutkan
maharnya. Tidak lama kemudian suaminya meninggal dunia sebelum sempat bersama
dengannya ( melakukan persetubuhan ) lalu Rasulullah mengeluarkan hukum supaya
perempuan tersebut diberikan mahar misil untuknya[4].
B. Ayat tentang Mahar
Di dalam
al-qur’an banyak sekali yang membahas tentang pemberian maskawin atau mahar terhadap
seorang wanita, diantaranya termuat dalam surat an-nisa’ayat 4.
Artinya:
“berikanlah
maskawin ( mahar) kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, maka makanlah ( ambillah) pemberian itu (sebagai makanan)
yang sedap lagi baik akibatnya
C. Al- Mufradat dan Tafsir Ayat
Saduqatihinna :Maskawin atau mahar wanita-wanita yang kamu nikahi
Nihlah :sebagai pemberian dengan penuh kerelaan
Thibna :senang hati dengan mereka
Hanian :sebagai
makanan yang sedap
Marian :lagi
baik akibatnya
Saduqatihinna diartikan sebagai Maskawin atau mahar
wanita-wanita yang kamu nikahi mengandung maksud bahwa mahar diartikan sebagai
lambanh kesediaan suami menanggung kebutuhan istri. Oleh karena itu maskawin
hendaknya sesuatu yang mengandung nilai materi walaupun sedikit, sebagaimana
sabda nabi bahwa maskawin boleh dari cincin yang berasal dari besi[5].
Nihlah diartikan sebagai pemberian dengan penuh kerelaan
maksudnya yaitu pemberian yang tulus tanpa meminta kembalian (imbalan). Secara
bahasa nihlah juga bisa berarti agama, syariat, dan juga pandangan
hidup. Sehingga ibnu abbas, qatadah, ibnu huraij, dan ibnu zaid menafsirkan nihlah
dengan sebuah kewajiban dari Allah[6] yang harus diberikan oleh
suami terhadap istrinya sebagai bukti kebenaran dan ketulusan cintanya.
Nihlah juga berasal dari kata nahl yang artinya lebah.
Dalam tafsir al-azhar, nihlah dimaksudkan untuk mengibaratkan seorang
laki-laki yang mencari harta yang halal seperti lebah yang mencari kembang yang
kelak akan menjadi madu. Dari jerih
payah itulah yang nanti akan diberikan kepada istrinya sebagai pemberian yang
penuh ikhlas dan sukarela atau yang sering disebut mahar.[7]
Hanian marian diartikan sebagai makanan yang sedap lagi
baik akibatnya, maksudnya yaitu jika istrinya menyerahkan maskawin kepada
suaminya dengan penuh ikhlas maka suami boleh menggunakannya.
D. Asbab al Nuzul
QS. An-Nisa ayat
4 turun sehubungan dengan kebiasaaan para bapak atau wali menggunakan dan
menerima mahar. Dengan tanpa seijin putrinya( anak yang menjadi
tanggungjawabnya) yang dinikahkan.
Sehubungan
dengan adat itu Allah menurunkan ayat yang berupa larangan hal tersebut.
Alhasil bagi wali tidak diperbolehkan menggunakan mahar putrinya. Sehingga
turun ayat trsebut.
Di dalam tafsir
al-Jalalain juga diterangkan Sabab An- Nuzul Qs. An-Nisa ayat 4 juga
dilatarbelakangi oleh sebagian orang yang memakruhkan bagi suami untuk mengambil
dan menggunakan mas kawin yang telah diberikan pada istrinya dengan catatan
dari pihak istri memberikannya dengan senang hati.
E. Batasan mahar
Pemberian mahar adalah salah satu yang
disyariatkan oleh ajaran agama islam. Mengenai besarnya mahar, para fuqaha
telah sepakat bahwa tidak ada batasan tertinggi bagi mahar. Akan tetapi
mengenai batasan terendahnya mereka berbeda pendapat tentang hal ini.
Menurut
KHI pasal 31, penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang
dianjurkan oleh ajaran islam.[8]
Imam
Syafi’i, iAhmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan fuqaha madinah dari kalangan tabiin
berpendapat bahwa tidak ada batasan terendah untuk pemberian mahar.[9]
Sedangkan
imam Malik dan para pengikutnya mengatakan bahwa mahar itu paling sedikit
adalah seperempat dinar emas murni. Adapun menurut imam Abu hanifah, mahar
paling sedikit adalah sepuluh dirham.[10]
Imam
syafii dan semua pengikutnya berpendapat bahwa sabda Nabi SAW, “carilah,
walaupun hanya cincin besi”, merupakan dalil bahwa mahar itu tidak ada batasan
terendahnya.
F. Mahar kontan dan mahar terhutang menurut para ulama
Mahar
bisa dibayarkan sesuai dengan kemampuan atau disesuaikan dengan keadaan dan
adat masyarakat atau kebiasaan yang berlaku. Mahar boleh dilaksanakan dan
diberikan dengan kontan maupun terhutang,
Mengenai
mahar terhutang, terdapat dua perbedaan pendapat dikalangan ahli fiqh. Yang
pertama yaitu mahar tidak boleh diberikan dengan cara dihutang secara
keseluruhan. Artinya mahar tersebut harus diangsur atau dibayarkan sebagiannya
terlebih dahulu. Pendapat yang kedua yaitu boleh diangsur tetapi dengan batasan
waktu tertentu yang merupakan pendapat dari imam Malik.[11]
Perbedaan
pendapat tersebut karena apakah pernikahan tersebut dapat disamakan dengan jual
beli dalam hal penundaan atau tidak dapat disamakandengan jual beli.
G. Implikasi mahar terhadap relasi hubungan suami isteri
Dengan
adanya kewajiban memberi mahar kepada istri maka suami tersebut memiliki
tanggung jawab yang sangat besar terhadap seorang wanita yang ingin
dinikahinya.
Pemberian mahar suami
sebagai lambang kesungguhan suami terhadap isteri. Selain itu ianya
mencerminkan kasih sayang dan kesediaan suami hidup bersama isteri serta
sanggup berkorban demi kesejahteraan rumah tangga dan keluarga. Ia juga merupakan
penghormatan seorang suami terhadap isteri.
Pemberian mahar merupakan salah satu jalan yang dapat menjadikan
istri merasa senang dan ridha menerima kekuasaan suami terhadap dirinya. Pemberian mahar kepada istri bukanlah harga dari wanita itu, bukan
pula sebagai pembelian wanita dari orang tuanya. Akan tetapi hal ini merupakan
salah satu sebab dihalalkannya hubungan suami istri diantara keduanya, yaitu
hubungan timbal balik antara keduanya dengan senang hati dan penuh kasih sayang
dengan melakukan status kepemimpinan dalam rumah tangga secara tepat dan
tanggung jawab[12].
Tidak hanya itu, mahar akan
mempengaruhi kedua pasangan suami istri sebagai wujud kasih sayang diantara
keduanya.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mahar adalah hak isteri yang diberikan
oleh suami dengan hati yang tulus ikhlas tanpa mengharapkan balasan sebagai
pernyataan kasih sayang dan tanggungjawab suami atas kesejahteraan rumah
tangga.
Pemberian mahar merupakan salah satu jalan yang dapat menjadikan
istri merasa senang dan ridha menerima kekuasaan suami terhadap dirinya. Pemberian mahar kepada istri bukanlah harga dari wanita itu, bukan
pula sebagai pembelian wanita dari orang tuanya. Akan tetapi hal ini merupakan
salah satu sebab dihalalkannya hubungan suami istri diantara keduanya,
B. SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, dengan
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Azzuhaili,
Wahbah, Fiqh Islam Wa Adillatuhu,
Terj.Abdul Hayyie Al-Kattani Dkk, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Hamka,
Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
Kompilasi
Hukum Islam
Nawawi Al-Bantani, Muhammad,
marah labid, tafsir al-nawawi, Indonesia: Daar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah,
t.th
Qutub,
Sayyid, Tafsir Fi Zhillalil Qur’an, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Rahman
Ghazali, Abdul, Fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media Group, 2010
Shihab,
M. Quraish, Tafsir Al Misbah Vol.2. Jakarta: Lentera Hati, 2011.
Syarifuddin,
Amir, Hukum Perkawinan Islam Di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2011
Yunus,
Mahmud , Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1989.
[1]
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989),
cet. Ke-1 hal 431.
[2]
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, ( Jakarta: Prenada Media Group,
2010), Hal. 84
[3]
Kompilasi Hukum Islam. Pasal 1
[4]
Sayyid
Qutub, Tafsir Fi Zhillalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001).
Hal 282
[5]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah Vol.2 ( Jakarta: Lentera Hati, 2011)
Cet. 5 Hal. 415-416
[6]
Muhammad Nawawi Al-Bantani, marah labid, tafsir al-nawawi, ( Indonesia:
Daar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah, t.th), juz 1, hal. 139
[7]
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), Cet. Ke-1 Juz
III, Hal 260.
[8]
Kompilasi hukum islam pasal 31.
[9]
Abdul Rahman Ghazali, Op.Cit., hal 88.
[10]
Ibid.,hal 88
[11]
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, ( Jakarta:
Kencana, 2011) Cet.3 Hal 79
[12]
Wahbah Azzuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Terj.Abdul Hayyie Al-Kattani
Dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011)
mampir ke blog q yng lain ya say
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.