Thursday, August 06, 2015

contoh Filsafat dalam kehidupan

FILSAFAT KEHIDUPAN


A.    PENDAHULUAN

Perdamaian adalah impian semua orang, tidak hanya anak kecil, remaja, dan orang dewasa, namun orang tua dan lansiapun menginginkan hal ini. Dalam kehidupan ini tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan dalam hidup akan terasa bahagia ketika kita merasa damai, menjalaninya tanpa merasa terbebani.
Damai tidak bisa diartikan hanya sebatas keadaan tenang setelah perang, damai pula tidak sebatas bebas dari masalah, tetapi damai adalah keadaan dimana kita bisa merasa senang, nyaman, dan bahagia. Tidak merasa terbebani terhadap apa yang sedang dialaminya.
Hidup hanyalah hidup. Hidup ya seperti ini, ada susah, sedih, senang, dan bahagia. Hidup akan terasa sempurna ketika bersama keluarga. Sangat berbeda sekali antara hidup dengan keluarga sendiri dan hidup dengan orang lain ( hidup dalam kehidupan orang lain). Ketika kita hidup dengan keluarga sendiri, kita akan mendapatkan hak kita sepenuhnya, berbeda saat kita hidup dalam kehidupan orang lain, hal ini membatasi kita untuk mendapatkan hak-hak tersebut.

B.     ARGUMEN

Hidup dalam kehidupan orang lain tidaklah senyaman ketika kita hidup dengan keluarga kita sendiri.
Sudah diketahui bahwa keluarga adalah sumber dari segala macam sumber. Dimana kita bisa mendapatkan kebahagiaan yang utuh dan harmonisnya keluarga kita. Keluarga juga merupakan sumber motivasi, inspirasi dan komunikasi yang tak kenal batas serta kita bisa mendapatkan kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan.
Hidup dalam kehidupan orang lain itu sangat relative dan tidak stabil seperti halnya ketika hidup dengan keluarga sendiri. Memang, terkadang kita mendapatkan kenyamanan, kedamaian bahkan kebhagiaan, tetapi semua itu cepat berlalu, hal ini wajar, karena kita tidak termasuk dalam anggota keluarga tersebut. Kita harus selalu bisa bawa diri agar kita bisa nyaman dan benar di mata mereka.

Hidup terasa lebih nyaman dan damai ketika bersama keluarga. Kebahagiaan ini tiada batasnya, seperti halnya pepatah mengatakan “ kasih ibu sepanjang jalan “. Kita semua tahu bahwa jalan itu tiada ujungnya, dari hal ini dapat kita simpulkan bahwa kasih sayang seorang ibu itu tiada batasnya. Ketika kita melakukan kesalahan, mereka pasti menegur kita, itu tanda kalau keluarga selalu membawa kita ke dalam kebenaran yang akan berujung pada kedamaian dan kebahagiaan. Ketika kita melakukan kesalahan yang kesekian kalinya, mereka tetap tidak bosan untuk menegur kita, disaat kita membutuhkan bantuan, mereka pasti ada, walaupun hanya dengan bantuan doa, tetapi hal ini bisa membuat kita merasa aman, damai dan senamg. Mereka tidak pernah merasa bosan untuk membantu kita.
Lain halnya ketika kita hidup dalam kehidupan orang lain, semua itu ada batasannya dan sangat berpotensi terhadap munculnya sakit hati. Ketika kita membutuhkan bantuan, memang terkadang mereka ada, tetapi ketika mereka sedang dalam posisi yang tegang, banyak masalah dan tidak fit, maka ini akan menjadi santapan utama bagi mereka, mereka mengungkit-ungkit dengan apa yang telah mereka berikan untuk kita, apa yang telah mereka lekukan terhadap kita, dan jasa apa yang telah mereka berikan pada kita.  Begitu juga ketika ketika kita sudah melakukan banyak perbuatan baik kepada mereka, akan tetapi  kita pernah melakukan sekali saja kesalahan, maka perbuatan baik yang pernah kita lakukan seolah hilang sirna tanpa meninggalkan bekas apapun.
Hidup dalam kehidupan sendiri itu bagaikan dunia ini milik kita, milik keluarga kita. Yang mana tidak ada seorangpun yang bisa mengusik kebahagiaan ini. Bersama keluarga kita bisa tertawa sepuasnya, bisa bercanda dan bermain bersama keluarga tanpa ada rasa sungkan.apalagi kalau semua keluarga sudah berkumpul, yang ada hanyalah kebahagiaan yang tiada tara.
Berbeda ketika kita sudah pisah denagn keluarga dan hidup bersama orang lain. Rasanya ingin selalu pulang walaupun hanya sekejap saja. Rasa ingin pulang ini karena ingin melihat dan bersama keluarga, rasanya itu bikin tentram di hati.  Memang sering kita merasa bahagia dengan kehidupan baru, tetapi lama kelamaan juga bosan. Ketika bosan, yang diingat hanyalah kenangan bersama keluarga.
Jadi, senyaman apapun ketika hidup dalam kehidupan orang lain itu tidak senyaman ketika kita bersama keluarga sendiri. Maka dari itu marilah kita nikmati saat-saat bersama keluarga.

C.    KESIMPULAN

Hidup dalam kehidupan orang lain itu tidak nyaman. Memang ada kalanya merasa senang, akan tetapi hal ini hanya sementara. Berbeda dengan hidup dalam keluarga sendiri, hidup ini akan terasa damai selamanya. Jadi, nikmatilah hidup bersama keluarga yang kamu sayangi sebelum kamu berpisah dengan mereka. Karena keluarga adalah segala-galanya.
      Maka dari itu, marilah kita nikmati masa-masa bersama keluarga. Hal ini tidak pernah membosankan. Hidup akan terasa lengkap dan bermakna ketika kita bersama orang-orang yang kita sayangi yaitu keluarga kita. Sayangilah mereka yang lebih muda darimu, dan hormatilah mereka yang lebih tua darimu. Maka kamu akan merasakan indahnya hidup ini.

Wednesday, August 05, 2015

Thaharah (Bersuci) dan Macam-macamnya



BERSUCI   (الطهارة)
MAKALAH


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh
Dosen Pengampu: Saifurrohman, S. Ag., M. Pd.

                                                




FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU)
JEPARA
2013





KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidahnya Kami diberikan kesehatan untuk dapat menyelesaikan tugas Makalah ini. Shalawat beserta salam senantisan tercurah kepada Nabi Muhammad saw beserta para keluarga dan sohabatnya.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Fiqh semester ganjil, fakultas Syariah prodi Al-Ahwal As-Syahsiyah Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara (UNISNU), dimana judul Makalahnya  adalah “THOHAROH”

Dalam menyusun makalah ini, tentunya tidak mungkin terlaksana apabila tanpa semangat, dukungan, serta bimbingan dari pihak-pihak yang sangat Kami hormati. Oleh karena itu, pertama Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Saifurrohman S. Ag., M. Pd.selaku dosen mata kuliah Fiqh yang telah membimbing Kami dalam menyusun makalah ini. Kedua, Kami berterima kasih kepada kedua orang tua Kami atas doa serta dukungan moril maupun materil yang telah diberikannya. Kemudian, Kami juga berterimakasih kepada sahabat-sahabat kami di fakultas Syariah prodi Al-Ahwal As-Syahsiyah Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara (UNISNU), yang telah membantu Kami demi kelancaran penulisan makalah ini.

Akhirnya makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang diharapkan, dan Kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat. Amin…
Wassalammu’alaikum Wr.Wb.

     Jepara, 3 Oktober 2013

Kelompok 1




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sebagai manusia yang diciptakan Allah SWT. Di dunia ini mengemban dua hal dalam tujuan penciptaannya. Yakni sebagai hamba Allah yang di “taklif” untuk beribadah sekaligus sebagai Khalifah untuk mengatur bumi.
Berkaitan dengan ibadah, manusia diberikan tuntunan dan aturan yang harus dipenuhi sebagai sarana penentu keabsahan semua rangkaian ibadah sehingga ibadah menjadi diterima secara syar’i. Begiatu juga dengan sholat dan serangkaian ibadah yang mengharuskan bersuci maka tak lepas dari bagaimana aturan bersuci yang benar. Bersuci yang asalnya Jawaz dalam hal ini menjadi wajib karena terkena aturan sebagaimana bunyi kaidah fiqh berbunyi “Ma la Yatimmu al-wajib illa bihi fa huwa wajib”(sesuatu yang menjadi kesempurnaanya sebuah kewajiban maka sesuatu itu menjadi wajib pula).
Disini penulis mencoba menyajikan tulisan yang sedikit mengupas tentang bagaimana cara bersuci serta macam-macamnya sebagai salah satu sumbangsih khazanah keilmuan semoga bermanfaat. Amiin.

B.       Rumusan Masalah.
Dalam penulisan makalah ini rumusan masalah yang akan d kaji diantaranya:
1.       apa pengertian Toharoh?
2.       Apa saja diantara macam-macam thoharoh?
3.       Bagaimana caranya thoharoh?

C.       Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
1.      Untuk mengetahui konsep dasar tentang thoharoh.
2.      Untuk mengetahui macam-macam thoharoh.
3.      Untuk memahami cara melakukan thoharoh

Adapun kegunaannya adalah:
1.         Menambah wawasan dan sebagai bahan bacaan.
2.         Memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Fiqh



BAB II
PEMBAHASAN
THAHARAH (BERSUCI)

A.      HAKIKAT THAHARAH (BERSUCI)
Thaharah (bersuci) menurut bahasa berarti bersih[1] dan membersihkan diri dari kotoran yang bersifat hissiy (indrawi)  seperti najis serta kotoran yang ma’nawi seperti cacat atau aib[2]. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata bersih memiliki beberapa makna, antara lain:
1)         Bebas dari kotoran
2)         Bening tidak keruh (tt air), tidak berawan (tt langit)
3)         Tidak tercemar (terkena kotoran
4)         Tidak bernoda; suci
5)         Tidak dicampur dng unsur atau zat lain; asli.
Jadi, bersih yang dimaksud disini adalah suatu keadaan dimana sesuatu terbebas dari segala hal yang membuatnya tampak tidak baik dan bersifat merusak pandangan.selain itu, kebersihan juga merupakan ciri muslim yang cukup menonjol dimana telah ditegaskan dalam sebuah maqolah bahwa “kebersihan merupakan sebagian dari iman”[3]. Maka dari itu, hal kebersihan ini cukup menjadi perhatian di kalangan umat Islam.
Pada dasarnya,thaharah tidak selalu diidentikkan dengan kebersihan karena ada perbedaan diantara keduanya. Meskipun sama-sama bertujuan untuk menjaga kebersihan namun thaharah sendiri mengandung nilai ibadah bagi yang menjalankannnya. Nilai ibadah inilah yang kemudian menjadikan thaharah sebagai nilai lebih yang dimiliki umat Islam.
Adapun menurut syara’, thaharah adalah sesuatu yang dihitung sunnah untuk melaksanakan sholat seperti wudhu, mandi, tayammum dan menghilangkan najis.[4] Thaharah atau bersuci dalam pandangan Islam tidak hanya menyangkut masalah bersih atau kotor, namun lebih kepada tujuan sahnya sebuah ibadah.

Tanpa adanya ritual bersuci yang sesuai, mustahil akan terwujud ibadah yang sah. Karena salah satu syarat sahnya semua ibadah adalah kondisi suci yang apabila tidak terpenuhi maka akan berakhir dengan kesia-siaan.

B.       MACAM-MACAM THAHARAH
Beberapa macam thaharah yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya yaitu wudlu, mandi dan tayammum. Untuk perinciannya akan kami bahas lebih lanjut sebagai bertikut:

1.    Wudlu
Wudlu menurut bahasaya itu sebutan untuk pembersihan sebagian anggota badan[5]. Adapun menurut syara’, wudlu adalah sebutan untuk pembersihan bagian-bagian tertentu dengan niat yang tertentu[6]. Hukum wudlu ada dua, wajib bagi orang yang hadats[7] dan sunnah bagi orang yang memperbarui wudlu baik setelah shalat ataupun setelah mandi wajib, serta ketika orang yang junub hendak melakukan makan, tidur atau wathi dan lain sebagainya[8]. Beberapa komponen wudlu antara lain:

a.    Fardlu wudlu
Fardlu wudlu ada 6 yaitu:
1.         Niat[9]
2.         Membasuh wajah[10]
3.         Membasuh kedua tangan beserta dua siku
4.         Mengusap sebagian kepala[11]
5.         Membasuh dua kaki sampai mata kaki
6.         Tertib[12].

b.    Syarat wudlu
Syarat wudlu yaitu hal-hal yang harus terpenuhi sebelum melaksanakan wudlu. Sayyid Ahmad telah mengemukakan beberapa syarat wudlu seperti:
(1)          Islam
(2)          Cerdas; tidak bodoh atau gila
(3)          Suci dari haidl dan nifas
(4)          Bersih dari hal-hal yang menghalangi atau mencegah mengalirnya air sampai kekulit
(5)          Anggota wudlu tidak mengandung hal yang dapat merubah sifat air
(6)          Mengerti kefardluan wudlu
(7)          Tidak meyakini bahwa fardlu wudlu adalah sunnah
(8)          Air yang suci
(9)          Menghilangkan najis yang terlihat
(10)      Mengalirkan air di seluruh anggota wudlu.

c.     Sunnah wudlu
Sunnah wudlu merupakan hal yang ketika dilakukan pada saat wudlu dan mendapat pahala serta tidak berdosa jika ditinggalkan. Diantaranya yaitu:
(a)      Bersiwak
(b)     Membaca Basmalah
(c)      Membasuh kedua telapak tangan
(d)     Berkumur
(e)      Menghisap dan menyemprotkan air dari lubang hidung
(f)      Mengulangi rukun sebanyak tiga kali;
(g)     Mengusap seluruh kepala

d.   Hal-hal yang membatalkan wudlu
Beberapa hal yang dapat merusak wudlu diantaranya yaitu:
1.        Segala sesuatu yang keluar dari qubul atau dubur kecuali mani;
2.        Hilangnya akal kecuali sebab tidur yang tetap duduknya;
3.        Bertemunya dua kulit laki-laki dan perempuan yang sudah baligh dan berlainan;
4.        Menyentuh qubul atau lubang dubur dengan telapak tangan atau ujung jari bagian dalam.

2.    Mandi (Al Ghusl)
Mandi secara bahasa adalah mengalirkan air ke segala sesuatu baik badan, pakaian dan sebagainya tanpa diiringi dengan niat. Sedangkan menurut syara’ mandi yaitu mengalirkan air ke seluruh anggota badan denagn niat tertentu.
Dalam islam, mandi atau Al Ghusl memiliki posisi yang cukup urgen. Hal ini  mengingat mandi bertujuan untuk menghilangkan hadats atau kotoran yang tidak bisa dihilangkan hanya dengan wudlu. Namun mandi yang dimaksud disini tentunya memiliki karakteristik serta aturan yang berbeda dari mandi yang hanya untuk membersihkan badan dari kotoran yang melekat di tubuh. Berikut beberapa hal yang menyangkut mandi dalam Islam:
a.         Hal yang mewajibkan mandi
1.        Bertemunya dua kemaluan
2.        Keluarnya mani
3.        Haidl
4.        Nifas
5.        Wiladah
6.        Meninggal dunia

b.        Fardlu mandi
Fardlu mandi ada tiga yaitu niat, membersihkan najis yang ada di seluruh tubuh serta mengalirkan air hingga mengenai seluruh anggota tubuh.[22]
c.         Sunnah mandi
Beberapa sunnah mandi yang dianjurkan adalah lima perkara, yaitu:
1.        Membaca basmalah
2.        Berwudlu sebelum melakukan mandi
3.        Menggosok-gosokkan tangan pada tubuh
4.        Berturut-turut
5.        Mendahulukan anggota sebelah kanan[23]

d.        Syarat mandi (Al Ghusl)
Adapun syarat mandi adalah sebagaimana syarat melaksanakan wudlu.

e.         Mandi-mandi yang disunnahkan
Beberapa mandi yang disunnahkan dalam Islam adalah mandi jum’at, mandi dua hari raya[24], mandi dua gerhana[25], mandi karena islamnya orang kafir serta mandi karena sembuhnya orang gila dan orang yang berpenyakit ayan.

3.    Tayammum
Menurut bahasa, tayammum adalah menyengaja (القصد). Sedangkan menurut ishtilah yaitu mengusapkan debu pada wajah dan kedua tangan dengan niat tertentu. Tayammum yaitu sebuah ritual penyucian diri dari hadats dengan menggunakan debu sebagai pengganti air dikarenakan beberapa sebab atau hal tertentu.

Sebab-sebab tayammum terbagi menjadi dua kategori. Pertama yaitu tayammum yang wajib mengulangi sholat yang telah dilakukan seperti tayammum karena tidak adanya air di tempat yang biasanya terdapat air melimpah, lupa meletakkan air, hilangnya air dari tempatnya dan sebagainya[26]. Kedua yaitu dimana tidak diwajibkan untuk mengulangi sholat yang telah dilakuakan seperti tayammum karena tidak ada air di tempat yang sudah biasa tidak ada airnya dan kebutuhan akan air tersebut untuk diminum atau dijual untuk memenuhi kebutuhan, tidak adanya air kecuali dengan harga tertentu dan tidak ada uang untuk membeli atau akan dipergunakan untuk kebutuhan lain[27].

Fardlu tayammum ada lima yaitu memindahkan debu dari tanah atau udara kebagian yang diusap, niat, mengusap wajah, mengusap dua tangan hingga kedua siku dan tertib. Beberapa Sunnah tayammum yaitu bersiwak, membaca basmalah, mendahulukan anggota kanan, berturut-turut, menipiskan debu pada telapak tangan.[28]

Hal hal yang membatalkan tayammum diantaranya yaitu hadats, murtad, mengira telah ada air di luar sholat, mengerti tentang keberadaan air, mampu untuk membeli air dan sebagainya.

C.        DASAR HUKUM THAHARAH
Beberapa dalil hukum thaharah dalam al quran dan hadits adalah sebagai berikut:
Surat Al Maidah ayat 6 tentang wudlu, mandi dan tayammum:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
    
Surat An Nisa’ ayat 43 tentang mandi dan tayammum:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”(4:43).






BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Thaharah (bersuci) menurut bahasa berarti bersih dan membersihkan diri dari kotoran yang bersifat hissiy (indrawi)  seperti najis serta kotoran yang ma’nawi seperti cacat atau aib. Sedangkan menurut syara’, thaharah adalah sesuatu yang dihitung sunnah untuk melaksanakan sholat seperti wudhu, mandi, tayammum dan menghilangkan najis.
Beberapa macam thaharah yaitu wudlu untuk menghilangkan hadats kecil,  mandi untuk menghilangkan hadats besar serta tayammum untukj menggantikan wudlu dalam keadaan tertentu. Thaharah pada dasarnya adalah sebuah ibadah yang mencakup seluruh ibadah lainnya. Tanpa adanya thaharah mustahil akan terwujud ibadah yang sah karena ibadah yang dilakukan seorang hamba haruslah dalam keadaan yang suci untuk mencapai kesempurnaan.

B.     KATA PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun, yang mana tentunya tak lepas dari kekurangan baik dalam penyusunan maupun penyajian. Karena kami pun menyadari tak ada gading yang tak retak. Untuk itu kritik dan saran pembaca sekalian sangat kami harapkan demi perbaikan dan evaluasi dari apa yang kami usahakan. Harapan kami semoga bermanfaat. Amin.


DAFTAR PUSTAKA

Al quran Al Karim
Al Ghaziy, Muhammad bin Qasim, Fath Al qarib, (Indonesia: Daar Al Ihya’ Al Kutub Al ‘Arabiyah)
Al Anshariy, Syaikh Al Islam Zakariya, Tuhfat Al Thullab, (Surabaya: Maktabah Al Hidayah)
Al Syathiriy , Sayyid Ahmad ibn Umar, Al Yaqut Al Nafis, Al Haramain