BERSUCI (الطهارة)
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh
Dosen Pengampu: Saifurrohman, S. Ag., M. Pd.
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU)
JEPARA
2013
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr.Wb
Puji
syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidahnya Kami
diberikan kesehatan untuk dapat menyelesaikan tugas Makalah ini. Shalawat
beserta salam senantisan tercurah kepada Nabi Muhammad saw beserta para
keluarga dan sohabatnya.
Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Fiqh semester ganjil, fakultas
Syariah prodi Al-Ahwal As-Syahsiyah Universitas Islam Nahdlatul Ulama
Jepara (UNISNU), dimana judul Makalahnya
adalah “THOHAROH”
Dalam
menyusun makalah ini, tentunya tidak mungkin terlaksana apabila tanpa semangat,
dukungan, serta bimbingan dari pihak-pihak yang sangat Kami hormati. Oleh
karena itu, pertama Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Saifurrohman
S. Ag., M. Pd.selaku dosen mata kuliah Fiqh yang
telah membimbing Kami dalam menyusun makalah ini. Kedua, Kami berterima kasih
kepada kedua orang tua Kami atas doa serta dukungan moril maupun materil yang
telah diberikannya. Kemudian, Kami juga berterimakasih kepada sahabat-sahabat
kami di fakultas Syariah prodi Al-Ahwal As-Syahsiyah Universitas Islam
Nahdlatul Ulama Jepara (UNISNU), yang telah membantu Kami demi kelancaran
penulisan makalah ini.
Akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang diharapkan, dan Kami berharap
mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat. Amin…
Wassalammu’alaikum
Wr.Wb.
Jepara, 3 Oktober 2013
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai
manusia yang diciptakan Allah SWT. Di dunia ini mengemban dua hal dalam tujuan
penciptaannya. Yakni sebagai hamba Allah yang di “taklif” untuk beribadah
sekaligus sebagai Khalifah untuk mengatur bumi.
Berkaitan
dengan ibadah, manusia diberikan tuntunan dan aturan yang harus dipenuhi
sebagai sarana penentu keabsahan semua rangkaian ibadah sehingga ibadah menjadi
diterima secara syar’i. Begiatu juga dengan sholat dan serangkaian ibadah yang
mengharuskan bersuci maka tak lepas dari bagaimana aturan bersuci yang benar.
Bersuci yang asalnya Jawaz dalam hal ini menjadi wajib karena terkena aturan
sebagaimana bunyi kaidah fiqh berbunyi “Ma la Yatimmu al-wajib illa bihi fa
huwa wajib”(sesuatu yang menjadi kesempurnaanya sebuah kewajiban maka
sesuatu itu menjadi wajib pula).
Disini
penulis mencoba menyajikan tulisan yang sedikit mengupas tentang bagaimana cara
bersuci serta macam-macamnya sebagai salah satu sumbangsih khazanah keilmuan
semoga bermanfaat. Amiin.
B.
Rumusan Masalah.
Dalam penulisan makalah ini rumusan masalah yang akan d kaji
diantaranya:
1. apa pengertian Toharoh?
2. Apa saja diantara macam-macam
thoharoh?
3. Bagaimana caranya thoharoh?
C.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
1. Untuk mengetahui konsep dasar
tentang thoharoh.
2. Untuk mengetahui macam-macam
thoharoh.
3. Untuk memahami cara melakukan
thoharoh
Adapun
kegunaannya adalah:
1.
Menambah wawasan dan sebagai bahan
bacaan.
2.
Memenuhi tugas terstruktur mata
kuliah Fiqh
BAB II
PEMBAHASAN
THAHARAH (BERSUCI)
THAHARAH (BERSUCI)
A.
HAKIKAT THAHARAH (BERSUCI)
Thaharah (bersuci) menurut
bahasa berarti bersih[1]
dan membersihkan diri dari kotoran yang bersifat hissiy (indrawi) seperti najis serta kotoran
yang ma’nawi seperti cacat atau aib[2]. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata bersih memiliki beberapa makna, antara
lain:
1)
Bebas dari kotoran
2)
Bening tidak keruh (tt
air), tidak berawan (tt langit)
3)
Tidak tercemar (terkena
kotoran
4)
Tidak bernoda; suci
5)
Tidak dicampur dng
unsur atau zat lain; asli.
Jadi, bersih yang dimaksud disini adalah suatu keadaan dimana sesuatu
terbebas dari segala hal yang membuatnya tampak tidak baik dan bersifat merusak
pandangan.selain itu, kebersihan juga merupakan ciri muslim yang cukup menonjol
dimana telah ditegaskan dalam sebuah maqolah bahwa “kebersihan merupakan
sebagian dari iman”[3].
Maka dari itu, hal kebersihan ini cukup menjadi perhatian di kalangan umat Islam.
Pada dasarnya,thaharah tidak selalu
diidentikkan dengan kebersihan karena ada perbedaan diantara keduanya. Meskipun
sama-sama bertujuan untuk menjaga kebersihan namun thaharah sendiri
mengandung nilai ibadah bagi yang menjalankannnya. Nilai ibadah inilah yang
kemudian menjadikan thaharah sebagai nilai lebih yang dimiliki umat Islam.
Adapun
menurut syara’, thaharah adalah sesuatu yang dihitung sunnah untuk
melaksanakan sholat seperti wudhu, mandi, tayammum dan menghilangkan najis.[4] Thaharah atau bersuci dalam pandangan Islam tidak hanya
menyangkut masalah bersih atau kotor, namun lebih kepada tujuan sahnya sebuah ibadah.
Tanpa adanya ritual bersuci yang sesuai,
mustahil akan terwujud ibadah yang sah. Karena salah satu syarat sahnya semua ibadah
adalah kondisi suci yang apabila tidak terpenuhi maka akan berakhir dengan kesia-siaan.
B. MACAM-MACAM THAHARAH
Beberapa macam thaharah yang akan dibahas
dalam makalah ini diantaranya yaitu wudlu, mandi dan tayammum. Untuk perinciannya
akan kami bahas lebih lanjut sebagai bertikut:
1. Wudlu
Wudlu menurut bahasaya itu sebutan untuk pembersihan
sebagian anggota badan[5]. Adapun
menurut syara’, wudlu adalah sebutan untuk pembersihan bagian-bagian tertentu
dengan niat yang tertentu[6]. Hukum wudlu ada dua, wajib bagi orang yang hadats[7]
dan sunnah bagi orang yang memperbarui wudlu baik setelah shalat ataupun setelah
mandi wajib, serta ketika orang yang junub hendak melakukan makan, tidur atau wathi
dan lain sebagainya[8].
Beberapa komponen
wudlu antara lain:
a. Fardlu wudlu
Fardlu wudlu ada 6 yaitu:
1.
Niat[9]
2.
Membasuh wajah[10]
3.
Membasuh kedua tangan beserta dua siku
5.
Membasuh dua kaki sampai mata kaki
6.
Tertib[12].
b. Syarat wudlu
Syarat wudlu
yaitu hal-hal yang harus terpenuhi sebelum melaksanakan wudlu. Sayyid Ahmad telah
mengemukakan beberapa syarat wudlu seperti:
(1)
Islam
(2)
Cerdas; tidak bodoh atau gila
(3)
Suci dari haidl dan nifas
(6)
Mengerti kefardluan wudlu
(7)
Tidak meyakini bahwa fardlu wudlu adalah sunnah
(8)
Air yang suci
(9)
Menghilangkan najis yang terlihat
c.
Sunnah wudlu
Sunnah wudlu merupakan hal yang ketika dilakukan pada saat wudlu
dan mendapat pahala serta tidak berdosa jika ditinggalkan. Diantaranya yaitu:
(b)
Membaca
Basmalah
(c)
Membasuh
kedua telapak tangan
(d)
Berkumur
(e)
Menghisap
dan menyemprotkan air dari lubang hidung
(f)
Mengulangi
rukun sebanyak tiga kali;
d.
Hal-hal yang membatalkan wudlu
Beberapa
hal yang dapat merusak wudlu diantaranya yaitu:
1.
Segala
sesuatu yang keluar dari qubul atau dubur kecuali mani;
2.
Hilangnya
akal kecuali sebab tidur yang tetap duduknya;
3.
Bertemunya
dua kulit laki-laki dan perempuan yang sudah baligh dan berlainan;
2.
Mandi (Al Ghusl)
Mandi
secara bahasa adalah mengalirkan air ke segala sesuatu baik badan, pakaian dan
sebagainya tanpa diiringi dengan niat. Sedangkan menurut syara’ mandi
yaitu mengalirkan air ke seluruh anggota badan denagn niat tertentu.
Dalam
islam, mandi atau Al Ghusl memiliki posisi yang cukup urgen. Hal
ini mengingat mandi bertujuan untuk
menghilangkan hadats atau kotoran yang tidak bisa dihilangkan hanya
dengan wudlu. Namun mandi yang dimaksud disini tentunya memiliki karakteristik
serta aturan yang berbeda dari mandi yang hanya untuk membersihkan badan dari
kotoran yang melekat di tubuh. Berikut beberapa hal yang menyangkut mandi dalam
Islam:
a.
Hal yang mewajibkan mandi
1.
Bertemunya
dua kemaluan
2.
Keluarnya
mani
3.
Haidl
b.
Fardlu mandi
Fardlu
mandi ada tiga yaitu niat, membersihkan najis yang ada di seluruh tubuh serta
mengalirkan air hingga mengenai seluruh anggota tubuh.[22]
c.
Sunnah mandi
Beberapa sunnah mandi yang dianjurkan adalah lima perkara, yaitu:
1.
Membaca
basmalah
2.
Berwudlu
sebelum melakukan mandi
3.
Menggosok-gosokkan
tangan pada tubuh
4.
Berturut-turut
5.
Mendahulukan
anggota sebelah kanan[23]
d.
Syarat mandi (Al Ghusl)
Adapun syarat mandi adalah sebagaimana syarat melaksanakan wudlu.
e.
Mandi-mandi yang disunnahkan
Beberapa mandi yang disunnahkan dalam Islam adalah mandi jum’at,
mandi dua hari raya[24],
mandi dua gerhana[25],
mandi karena islamnya orang kafir serta mandi karena sembuhnya orang gila dan orang yang berpenyakit
ayan.
3.
Tayammum
Menurut
bahasa, tayammum adalah menyengaja (القصد).
Sedangkan menurut ishtilah yaitu mengusapkan debu pada wajah dan kedua tangan
dengan niat tertentu. Tayammum yaitu sebuah ritual penyucian diri dari hadats
dengan menggunakan debu sebagai pengganti air dikarenakan beberapa sebab atau hal
tertentu.
Sebab-sebab tayammum terbagi menjadi dua kategori. Pertama yaitu
tayammum yang wajib mengulangi sholat yang telah dilakukan seperti tayammum
karena tidak adanya air di tempat yang biasanya terdapat air melimpah, lupa
meletakkan air, hilangnya air dari tempatnya dan sebagainya[26]. Kedua yaitu dimana tidak diwajibkan untuk mengulangi sholat yang
telah dilakuakan seperti tayammum karena tidak ada air di tempat yang sudah
biasa tidak ada airnya dan kebutuhan akan air tersebut untuk diminum atau
dijual untuk memenuhi kebutuhan, tidak adanya air kecuali dengan harga tertentu
dan tidak ada uang untuk membeli atau akan dipergunakan untuk kebutuhan lain[27].
Fardlu tayammum ada lima yaitu memindahkan debu
dari tanah atau udara kebagian yang diusap, niat, mengusap wajah, mengusap dua tangan
hingga kedua siku dan tertib. Beberapa Sunnah tayammum yaitu bersiwak, membaca
basmalah, mendahulukan anggota kanan, berturut-turut, menipiskan debu pada telapak
tangan.[28]
Hal hal yang membatalkan tayammum diantaranya
yaitu hadats, murtad, mengira telah ada air di luar sholat, mengerti tentang
keberadaan air, mampu untuk membeli air dan sebagainya.
C.
DASAR HUKUM THAHARAH
Beberapa dalil hukum thaharah dalam al quran
dan hadits adalah sebagai berikut:
Surat Al Maidah
ayat 6 tentang wudlu, mandi dan tayammum:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.”
Surat An Nisa’ ayat 43 tentang mandi dan tayammum:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu
saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau
kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik
(suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun.”(4:43).
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Thaharah (bersuci)
menurut bahasa berarti bersih dan membersihkan diri dari kotoran yang bersifat hissiy (indrawi) seperti najis serta kotoran
yang ma’nawi seperti cacat atau aib. Sedangkan menurut syara’, thaharah
adalah sesuatu yang dihitung sunnah untuk melaksanakan sholat seperti wudhu,
mandi, tayammum dan menghilangkan najis.
Beberapa macam thaharah
yaitu wudlu untuk menghilangkan hadats kecil, mandi untuk menghilangkan hadats besar serta
tayammum untukj menggantikan wudlu dalam keadaan tertentu. Thaharah pada
dasarnya adalah sebuah ibadah yang mencakup seluruh ibadah lainnya. Tanpa
adanya thaharah mustahil akan terwujud ibadah yang sah karena ibadah
yang dilakukan seorang hamba haruslah dalam keadaan yang suci untuk mencapai
kesempurnaan.
B.
KATA PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun, yang
mana tentunya tak lepas dari kekurangan baik dalam penyusunan maupun penyajian.
Karena kami pun menyadari tak ada gading yang tak retak. Untuk itu kritik dan
saran pembaca sekalian sangat kami harapkan demi perbaikan dan evaluasi dari
apa yang kami usahakan. Harapan kami semoga bermanfaat. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Al quran Al
Karim
Al Ghaziy,
Muhammad bin Qasim, Fath Al qarib, (Indonesia:
Daar Al Ihya’ Al Kutub Al ‘Arabiyah)
Al Anshariy,
Syaikh Al Islam Zakariya, Tuhfat Al Thullab, (Surabaya:
Maktabah Al Hidayah)
Al Syathiriy ,
Sayyid Ahmad ibn Umar, Al Yaqut Al Nafis, Al Haramain
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.