A.
Riwayat Singkat Al-Maturidi
Abu Mansur al- maturidi dilahirkan di matured, sebelah kota kecil
di daerah Samarkand, wilayah trmsoxiana di asia tengah, daerah yang sekarang
disebut Uzbekistan. Beliau lahir diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3
hijriyah. Ia wafat pada tahun 268 H[1].
gurunya dalam bidang teologi dan fiqh bernama nasyr bin yahya al-balakhi.
Al-maturidi hidup pada masa khalifah al-mutawakil yang memerintah tahun
232-274/ 847-861 M.
B.
Karya-Karya Al-Maturidi
Pemikiran-pemikiran
beliau dituangkan ke dalam bentuk karya tulis, diantaranya ialah Kitab Tauhid,
Ta’wil Al-Qur’an, Makhaz Asy-Syara’i, Al-Jadi, Ushul fi Ushul Ad-Din, Maqalat
fi Al-Ahkam Radd Awa’il Al-Abdullah li Al-Ka’bi, Radd Al-Ushul Al-Khamisah li Abu
Muhammad Al-Bahili, Radd Al-Imamah li Al-Ba’ad Ar-Rawafid, dan kitab Radd ‘ala
Al-Qaramatah2. Selain itu, ada juga karangan ynag ditulis oleh Al-Maturidi,
yaitu Risalah fi Al-Aqaid dan Syarh Fiqh Al-Akbar. Sebagai informasi yang
menambah wawasan tentang
Maturidiyah adalah buku yang
dikarang oleh pengikutnya, seperti buku Isyarat Al-Maram oleh Al-Bayadi dan
Al-Bazdawi dengan bukunya Ushul Al-Din.
C. Tokoh-Tokoh dan Ajarannya
Tokoh yang
sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al- Yusr Muhammad
al-Badzawi yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada tahun
493 Hijriyah.Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena
neneknya adalah murid dari Al-Maturidi.
Al-Badzawi
sendiri mempunyai beberapa
orang murid, yang salah satunya
adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537
H), pengarang buku al-‘Aqa’idal Nasafiah.[2]
Seperti
Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya sepaham
dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat
perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah
terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti
paham-paham Al-Maturidi dan golongan Bukhara yang mengikuti
paham-paham Al-Badzawi.
D. Doktrin-Doktrin Teologi Al-Maturidi
§
Akal dan
wahyu
Dalam
pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur'an dan akal dalam bab
ini ia sama dengan Al-asy’ari. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan
kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal.
Kemampuan akal
dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang
memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan
dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam
tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh
pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk
melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman
dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah
ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui
kewajiban-kewajiban lainnya.
Dalam
masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk
sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan
syari’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu.
Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:
Ø
Akal dengan
sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
Ø
Akal dengan
sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu
Ø
Akal tidak
mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran
wahyu.[3]
Jadi, yang
baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena larangan
Allah. Pada korteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah
dan Al-Asy’ari.
§
Perbuatan
manusia
Menurut
Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam
wujud ini adalah ciptaannya. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara
ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan
manusia. Dengan demikian tidak ada peretentangan antara qudrat tuhan yang
menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian
karena daya di ciptakan dalam diri manusia dan perbuatan yang di lakukan adalah
perbuatan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga
daya manusia.[4]
§
Kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan.
Menurut
Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan
kehendaknya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah
ditetapkannya sendiri.
§
Sifat Tuhan
Dalam hal
ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah. Perbedaan keduanya
terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan
mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
§
Melihat
Tuhan
Al-Maturidi
mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan oleh
Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22dan 23. namun
melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena
keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.
§
Kalam Tuhan
Al-Maturidi
membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam
nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat
qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah
baharu (hadist). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya
bagaimana allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak di ketahui, kecuali
dengan suatu perantara.[5]
§
Perbuatan Manusia
Menurut
Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya
atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan
kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya
sendiri. Oleh karena itu, tuhan tidak wjib beerbuat ash-shalah wa-al ashlah
(yang baik dan terbaik bagi manusia). setiap perbuatan tuhan yang
bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang di bebankan kepada manusia
tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang di kehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban
tersebut adalah :
Tuhan tidak
akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia di luar kemampuannya karena
hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusioa juga di beri
kemerdekaan oleh tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya.
Hukuman atau
ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntunan keadilan yang sudah di
tetapkan-Nya.
§
Pelaku Dosa
Besar
Al-Maturidi
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam
neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena tuhan sudah
menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.kekal
di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik.dengan
demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya
kekal di dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik)
tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad
§
Pengutusan
Rasul
Pandangan
Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mutazilah yang berpendapat bahwa
pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia
dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.
Pengutusan
rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajarannya wahyu yang
di sampaikan rasul berarti mansia telah membebankan sesuatu yang berada di luar
kemampuannya kepada akalnya.[6]
E. Golongan-Golongan dalam Al-Maturidi
§
Maturidiyah
Samarkand (Al-Maturidi)
Yang menjadi
golongan ini dalah pengikut Al-maturidi sendiri, golongan ini cenderung
ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat tuhan,
maturidi dan asy’ary terdapat kesamaan pandangan, menurut maturidi, tuhan
mempunyai sifat-sifat,tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan
pengetahuannya.
Aliran
maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid.
Bahwa janji dan ancaman tuhan kelak pasti terjadi.
§
Maturidiyah
Bukhara (Al-Bazdawi)
Golongan
Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia merupakan
pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya.Nenek
Al-Bazdawi menjadi salah satu murid maturidi. Dari orang tuanya,
Al-Bazdawi dapat menerima ajaran maturidi. Dengan demikian yang di maksud
golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran
Al-maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat
Al-asy’ary.
Aliran
Maturidiyah Bukhara lebih dekat kepada Asy'ariyah
sedangkan aliran Maturidiyah Samarkand
dalam beberapa hal lebih dekat
kepada Mutazilah, terutama dalam masalah keterbukaan
terhadap peranan akal.
[1] Mustafa al-maraghi, al-fathal-mubin fi tabaqat al-ushuliyyin,
jilid 1,an-nasyr Muhammad amin syirkah, 1974 cet, II,HLM.182-183.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.