makalah lengkap fiqh muamalah tentang harta, hibah, dan sedekah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Harta
merupakan keperluan hidup yang sangat penting. Harta juga termasuk kebutuhan
inti dalam kehidupan dimana manusia tidak akan bisa terpisah darinya.
Secara umum, harta merupakan sesuatu yang disukai manusia, seperti hasil
pertanian, perak dan emas, ternak atau barang-barang lain yang termasuk
perhiasan dunia.
Manusia
termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan demi menambah
kenikmatan materi dan religi, dia tidak boleh berdiri sebagai penghalang antara
dirinya dengan harta. Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat,
yaitu harta dikumpulkannya dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal
yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat
tempat dia hidup.
Harta
dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. kemudian
Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta tersebut
melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut.
Adanya pemilikan seseorang atas harta kepemilikian individu tertentu
mencakup juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta yang
telah dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta
tertentu maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja
dalam memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia
tetap wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan
dengan pemanfaatan dan pengembangan harta.
Namun
sebaliknya kondisi saat ini khususnya di Indonesia ada batas-batas kepemilikan
harta yang sebenarnya dapat dimiliki untuk umum. Bahkan banyak intervensi
Negara asing yang ingin menguasai kepemilikan umum menjadi milik pribadi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka penulis perlu merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini, diantaranya:
1. Apapengertian harta?
2. Bagaimana kedudukan dan fungsi harta
dalam Islam?
3. Apa yang dimaksud dengan mal khas dan
mal ‘am?
4. Apa yang dimaksud dengan mal qishmah dan
mal ghairu qismah?
5. Apa yang dimaksud dengan hibah?
6. Apa yang dimaksud dengan sedekah?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari harta.
2. Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi
harta dalam Islam.
3. Untuk mengetahui maksud dari Mal Khas
dan Mal ‘Am.
4. Untuk mengetahui maksud dari mal qishmah
dan mal ghairu qismah.
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan hibah.
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan sedekah.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI HARTA DALAM ISLAM
A. Pengertian Harta
Harta dalam
literatur Islam (Al-Qur’an dan al-Hadits) dikenal dengan sebutan al-mal, kata
jamaknya al-amwal. Dalam al-Qur’an tersebut 24 kali kata mal atau al-mal, satu
kali kata maliyah dan 61 kata amwal dalam puluhan surat dan puluhan ayat. [1]
Secara harfiah,
kata al-mal berasal dari kata
mala-yamilu-maylan-wa-mayalanan-wa-maylulatan-wa-mamilan, artinya miring,
condong, cenderung, suka, senang dan simpati. Harta dinamakan al-mal mengingat semua orang, siapa,
kapan dan dimanapun pada dasarnya adalah condong, senang, mau dan cinta pada
harta khususnya uang.[2]
Menurut jumhur ulama (selain ulama
Hanafiyah) yang juga dikutip Nasrun Haroen, [3]al-mal
(harta) yaitu:
كل ما له قيمة يلزم متلفها بضمانه
“Segala
sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenalkan ganti rugi bagi orang yang merusak
atau melenyapkannya”
Menurut Wahbah
Zuhaili[4],
secara linguistik, al-maal didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan, dan bisa dimiliki oleh manusia
dengan sebuah upaya (fi'il), baik sesuatu itu berupa dzat (materi)
seperti; komputer, kamera digital, hewan ternak, tumbuhan, dan lainnya. Atau
pun berupa manfaat, seperti, kendaraan, atau pun tempat tinggal.
Harta menurut
syalabi[5]
adalah sesuatu yang dapat disimpan serta dapat diambil manfaatnya menurut
kebiasaan.
Harta menurut
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqiy [6]
adalah nama bagi selain manusia, dapat dikelola, dapat dimiliki, dapat
diperjualbelikan dan berharga.
Menurut Imam
Hanafiyah, harta merupakan suatu yang berwujud dan dapat disimpan sehingga
sesuatu yang tidak berwujud dan tidak dapat disimpan tidak termasuk harta.[7]
Mayoritas ulama
fiqh, al-maal adalah segala sesuatu yang memiliki nilai,
dimana bagi orang yang merusaknya, berkewajiban untuk menanggung atau
menggantinya. Lebih lanjut Imam Syafii mengatakan, al-maal dikhususkan
pada sesuatu yang bernilai dan bisa diperjualbelikan dan memiliki konsekuensi
bagi yang merusaknya. Berdasarkan pengertian ini, al-maal haruslah sesuatu yang dapat merefleksikan sebuah nilai finansial.[8]
B. Kedudukan Dan Fungsi Harta
1. Kedudukan harta
Harta adalah salah satu keperluan pokok manusia
dalam menjalani kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan
harta dimasukkan ke dalam salah satu al-dharuriyyat al-khamsah (Lima
keperluan pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.[9]
Selain merupakan salah satu keperluan
hidup yang pokok bagi manusia, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia,
sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk
menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat.
Tentang harta sebagai perhiasan
kehidupan dunia, Allah berfirman: Surat Al-Kahfi: 46.
المال
والبنون زينة الحياة الدنيا
“Harta dan anak-anak
adalah perhiasan kehidupan dunia”.
Tentang harta sebagai cobaan, Allah berfirman: Surat
At-Taghaabun: 15[10]
نما
أموالكم وأولادكم فتنة والله عنده أجر عظيم!
“Sesungguhnya hartamu dan
anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar”
Harta sebagai sebagai sarana untuk
memenuhi kesenangan, Allah berfirman: Surat Al-Imron: 14[11]yang
berarti:
“Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anakharta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang
binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi
Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Harta sebagai sarana untuk menghimpun
bekal menuju kehidupan akhirat, Allah berfirman: Surat Al-Baqarah: 262.
الذين ينفقون أموالهم فى سبيل الله ثم
لايتبعون ماأنفقوا منا ولا أذا لهم أجرهم عند ربهم ولا خوف عليهم ولهم يحزنون.
“Orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak tidak
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan
mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati”.
2. Fungsi harta
Harta berfungsi sebagai sarana yang
diperlukan untuk mempersiapkan bekal bagi kehidupan akhirat. Al-Qur’an
berkali-kali menyerukan agar orang beriman membelanjakan hartanya di jalan
Allah dan agar orang beriman berjuang dengan hartanya.[12]
Adapun fungsi harta adalah sebagai
berikut:
a. Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah,
sebab untuk ibadah diperlukan alat-alat ibadah seperti kain untuk menutup aurat
dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat,
shadaqah, dan hibah.[13]
b. Untuk meningkatkan keimanan kepada Allah
SWT. Sebab kefakiran cenderung mendekatkan diri pada kekufuran sehingga
kepemilikan harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah.[14]
c. Untuk menyelaraskan dunia dan akhirat.[15]
d. Untuk mengembangkan ilmu.[16]
e. Sebagai penggerak roda ekonomi.[17]
f. Untuk menumbuhkan interaksi antar
individu atau dengan kata lain untuk menyambung silaturrahim.[18]
C. Mal Khas Dan Mal ‘Am
1. Mal Khas
Mal khas adalah harta pribadi yang
tidak bersekutu dengan yang lain.Harta ini tidak dapat digunakan secara bebas
tanpa seizin pemiliknya.[19]
Contoh mal khas yaitu kendaraan, laptop, handphone dll.
2. Mal ‘Am
Mal ‘Am adalah harta milik umum
atau milik bersama. Semua orang boleh mengambil manfaatnya sesuai dengan
ketetapan yang telah disepakati bersama oleh umum.[20]
Contoh mal ‘am yaitu sungai, jalan raya, dll.
D. Mal Qishmah dan Ghairu Qismah
Harta dilihat dari segi boleh
dibagi atau tidak, oleh para fuqaha dibagi menjadi dua, yaitu mal qismah dan
mal ghairu qismah.
1. Mal qismah yaitu harta yang bisa dibagi,
yang mana apabila harta itu dibagi tidak rusak dan manfaatnya tidak hilang.[21]
Contoh mal qishmah yaitu sekarung gandum, sekarung kurma.
2. Mal ghairu qismah yaitu harta yang tidak
bisa dibagi, yang mana apabila harta itu dibagi akan rusak atau manfaatnya
hilang.[22]
Contoh mal ghairu qismah yaitu kursi, meja.
E. Hibah
Hibah menurut etimologi yaitu
perlewatannya untuk melewatkan sesuatu dari tangan satu kepada tangan orang
lain. Hibah menurut segi terminologi yaitupemberian sesuatu kepada orang lain
untuk dimiliki zatnya tanpa mengharapkan penggantian (balasan).[23]
Terdapat juga definisi lain yang
menyatakan bahwa hibah adalah akad yang mengakibatkan pemilikan harta, tanpa
ganti rugi, yang dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain
secara sukarela[24].
Menurut Ulama Hanabilah, hibah
adalah kepemilikan harta dari seseorang kepada orang lain yang mengakibatkan
orang yang di beri boleh melakukan tindakan hukum terhadap harta itu, yang mana
penyerahannya dilakukan ketika pemberi masih hidup tanpa mengharapkan imbalan[25].
F. Sedekah
Sedekah yaitu pemberian zat benda
dari seseorang kepada orang lain tanpa mengganti dan hal ini dilakukan karena ingin
memperoleh pahala dari Allah SWT. Sedekah ini hukumnya sunnah, hal ini
berdasarkan hadits nabi Muhammad SAW yang berarti:
“Bersedekahlah walaupun dengan
sebutir kurma, karena hal itu dapat menutupinya dari kelaparan, memadamkan
kesalahan sebagaimana air memadamkan api. (HR. Ibn al-Mubarak).”[26]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Harta
merupakan keperluan hidup yang sangat penting dan merupakan salah satu dari
perhiasan dunia, artinya bahwa harta mempunyai arti yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Manusia akan menemui kesulitan apabila dalam hidupnya tidak
memiliki harta yang cukup. Islam sangat menganjurkan manusia untuk bertebarab
di muka bumi ini untuk mencari karunia Allah.[27]
Selain
sebagai perhiasan dunia, harta juga sebagai bekal untuk kehidupan akhirat. Harta
sangat banyak jenisnya, ada harta umum, harta khusus, harta yang dapat dibagi
dan harta yang tidak dapat dibagi.
Sebagian
dari harta yang dimiliki manusia adalah hak orang lain, yang mana harta
tersebut harus dikeluarkan untuk shadaqah dengan maksud mencari pahala untuk
bekal akhirat. Harta tersebut juga boleh diberikan secara Cuma-Cuma kepada
orang yang membutuhkan yang mana tanpa mengharapkan imbalan.hal ini dilakukan
hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah.[28]
DAFTAR
PUSTAKA
Abdur Rahman
Ghazali, Fiqh Muamalat, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008.
Gufran A.
Mas’adi, Fiqh Muamalah Konstektual,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Hasbi
Ash-Shiddieqiy, Pengantar Ilmu Muamalah,
Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Huda,
Qamarul, Fiqh Muamalah,Yogyakarta: Teras,
2011.
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2000.
Ritonga,
Rahman, dan Zainuddin, Fiqh Ibadah,
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2012.
Suhendi,
Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta:
Rajawali Pers, 2014.
Syarifuddin,
Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010. Cet. 3.
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adilatuhu, Terjemahan Jilid 6, Jakarta : Gema Insani, 2011.
[1]Qamarul
Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta:
Teras, 2011). Hlm. 12.
[2]Hendi
Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2014). Hlm. 9.
[3] Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000. Hlm. 73.
[4]Wahbah Az-Zuhaili,
Fiqih Islam wa Adilatuhu, Terjemahan Jilid 6, (Jakarta: Gema Insani, 2011) hlm.
46.
[5] Gufran A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Konstektual, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002). Hlm. 12.
[6]Hasbi Ash-Shiddieqiy, Pengantar Ilmu Muamalah, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1984), Hal.140.
[7] Hasbi Ash-Shiddieqiy,
Ibid.,hlm. 141.
[8] Wahbah Az-Zuhaili., op.cit.,hlm. 46.
[10]Hasbi Ash-Shiddieqiy, Op.Cit.,hlm.
141.
[11]Hasbi Ash-Shiddieqiy, Ibid.,hlm.
141.
[13]Gufran A. Mas’adi, Op.cit., hlm.13
[14]Gufran A. Mas’adi, Ibid., hlm.13
[15]Wahbah Az-Zuhaili., op.cit.,hlm. 46.
[16]Wahbah Az-Zuhaili., op.cit,hlm. 46.
[17]Hendi Suhendi, Op.cit,hlm. 10.
[18]Gufran A. Mas’adi, Op.cit., hlm.13
[19]Hendi Suhendi, Op.cit,hlm. 10.
[20]Hendi Suhendi, Ibid,hlm. 10.
[21]Nasrun Haroen, Op.Cit., hlm. 79
[22] Nasrun Haroen, Ibid.,hlm.
79
[23] Abdur Rahman Ghazali, Fiqh
Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008). Hlm. 31.
[24]Rahman Ritonga
dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2012.Hlm.77.
[25] Nasrun Haroen, Op. Cit.,., hlm. 82.
[26] Nasrun Haroen, Ibid., hlm. 89.
[27]Syarifuddin, Amir, Garis-Garis
Besar Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Cet. 3.
[28] Nasrun Haroen, Op,cit., hlm. 82.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.