Monday, September 14, 2015

makalah fiqh muamalah terlengkap



makalah lengkap fiqh muamalah tentang harta, hibah, dan sedekah



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Harta merupakan keperluan hidup yang sangat penting. Harta juga termasuk kebutuhan inti dalam kehidupan dimana manusia tidak akan bisa terpisah darinya.  Secara umum, harta merupakan sesuatu yang disukai manusia, seperti hasil pertanian, perak dan emas, ternak atau barang-barang lain yang termasuk perhiasan dunia.
     Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan demi menambah kenikmatan materi dan religi, dia tidak boleh berdiri sebagai penghalang antara dirinya dengan harta. Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu harta dikumpulkannya dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat tempat dia hidup.

Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. kemudian Allah  telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta tersebut melalui izin-Nya  sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut. Adanya pemilikan seseorang atas  harta kepemilikian individu tertentu mencakup juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta yang telah dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengembangan harta.
            Namun sebaliknya kondisi saat ini khususnya di Indonesia ada batas-batas kepemilikan harta yang sebenarnya dapat dimiliki untuk umum. Bahkan banyak intervensi Negara asing yang ingin menguasai kepemilikan umum menjadi milik pribadi.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis perlu merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya:

1.      Apapengertian harta?

2.      Bagaimana kedudukan dan fungsi harta dalam Islam?
3.      Apa yang dimaksud dengan mal khas dan mal ‘am?
4.      Apa yang dimaksud dengan mal qishmah dan mal ghairu qismah?
5.      Apa yang dimaksud dengan hibah?
6.      Apa yang dimaksud dengan sedekah?

C.     Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian dari harta.
2.      Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi harta dalam Islam.
3.      Untuk mengetahui maksud dari Mal Khas dan Mal ‘Am.
4.      Untuk mengetahui maksud dari mal qishmah dan mal ghairu qismah.
5.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hibah.
6.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sedekah.


BAB II
PEMBAHASAN

TEORI HARTA DALAM ISLAM

A.    Pengertian Harta
Harta dalam literatur Islam (Al-Qur’an dan al-Hadits) dikenal dengan sebutan al-mal, kata jamaknya al-amwal. Dalam al-Qur’an tersebut 24 kali kata mal atau al-mal, satu kali kata maliyah dan 61 kata amwal dalam puluhan surat dan puluhan ayat. [1]
Secara harfiah, kata al-mal berasal dari kata mala-yamilu-maylan-wa-mayalanan-wa-maylulatan-wa-mamilan, artinya miring, condong, cenderung, suka, senang dan simpati. Harta dinamakan al-mal mengingat semua orang, siapa, kapan dan dimanapun pada dasarnya adalah condong, senang, mau dan cinta pada harta khususnya uang.[2]
      Menurut jumhur ulama (selain ulama Hanafiyah) yang juga dikutip Nasrun Haroen, [3]al-mal (harta) yaitu:
كل ما له قيمة يلزم متلفها بضمانه
“Segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenalkan ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya
Menurut Wahbah Zuhaili[4], secara linguistik, al-maal didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan, dan bisa dimiliki oleh manusia dengan sebuah upaya (fi'il), baik sesuatu itu berupa dzat (materi) seperti; komputer, kamera digital, hewan ternak, tumbuhan, dan lainnya. Atau pun berupa manfaat, seperti, kendaraan, atau pun tempat tinggal.
Harta menurut syalabi[5] adalah sesuatu yang dapat disimpan serta dapat diambil manfaatnya menurut kebiasaan.
Harta menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieqiy [6] adalah nama bagi selain manusia, dapat dikelola, dapat dimiliki, dapat diperjualbelikan dan berharga.
Menurut Imam Hanafiyah, harta merupakan suatu yang berwujud dan dapat disimpan sehingga sesuatu yang tidak berwujud dan tidak dapat disimpan tidak termasuk harta.[7]
Mayoritas ulama fiqh, al-maal adalah segala sesuatu yang memiliki nilai, dimana bagi orang yang merusaknya, berkewajiban untuk menanggung atau menggantinya. Lebih lanjut Imam Syafii mengatakan, al-maal dikhususkan pada sesuatu yang bernilai dan bisa diperjualbelikan dan memiliki konsekuensi bagi yang merusaknya. Berdasarkan pengertian ini, al-maal haruslah sesuatu yang dapat merefleksikan sebuah nilai finansial.[8]

B.     Kedudukan Dan Fungsi Harta
1.      Kedudukan harta
Harta adalah salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam salah satu al-dharuriyyat al-khamsah (Lima keperluan pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.[9]
Selain merupakan salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat.
Tentang harta sebagai perhiasan kehidupan dunia, Allah berfirman: Surat Al-Kahfi: 46.
المال والبنون زينة الحياة الدنيا
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia”.
Tentang harta sebagai cobaan, Allah berfirman: Surat At-Taghaabun: 15[10]
نما أموالكم وأولادكم فتنة والله عنده أجر عظيم!
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar”
Harta sebagai sebagai sarana untuk memenuhi kesenangan, Allah berfirman: Surat Al-Imron: 14[11]yang berarti:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anakharta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Harta sebagai sarana untuk menghimpun bekal menuju kehidupan akhirat, Allah berfirman: Surat Al-Baqarah: 262.
الذين ينفقون أموالهم فى سبيل الله ثم لايتبعون ماأنفقوا منا ولا أذا لهم أجرهم عند ربهم ولا خوف عليهم ولهم يحزنون.
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
2.      Fungsi harta
Harta berfungsi sebagai sarana yang diperlukan untuk mempersiapkan bekal bagi kehidupan akhirat. Al-Qur’an berkali-kali menyerukan agar orang beriman membelanjakan hartanya di jalan Allah dan agar orang beriman berjuang dengan hartanya.[12]
Adapun fungsi harta adalah sebagai berikut:
a.       Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah, sebab untuk ibadah diperlukan alat-alat ibadah seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, dan hibah.[13]
b.      Untuk meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Sebab kefakiran cenderung mendekatkan diri pada kekufuran sehingga kepemilikan harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah.[14]
c.       Untuk menyelaraskan dunia dan akhirat.[15]
d.      Untuk mengembangkan ilmu.[16]
e.       Sebagai penggerak roda ekonomi.[17]
f.       Untuk menumbuhkan interaksi antar individu atau dengan kata lain untuk menyambung silaturrahim.[18]
C.     Mal Khas Dan Mal ‘Am
1.      Mal Khas
Mal khas adalah harta pribadi yang tidak bersekutu dengan yang lain.Harta ini tidak dapat digunakan secara bebas tanpa seizin pemiliknya.[19] Contoh mal khas yaitu kendaraan, laptop, handphone dll.
2.      Mal ‘Am
Mal ‘Am adalah harta milik umum atau milik bersama. Semua orang boleh mengambil manfaatnya sesuai dengan ketetapan yang telah disepakati bersama oleh umum.[20] Contoh mal ‘am yaitu sungai, jalan raya, dll.
D.    Mal Qishmah dan Ghairu Qismah
Harta dilihat dari segi boleh dibagi atau tidak, oleh para fuqaha dibagi menjadi dua, yaitu mal qismah dan mal ghairu qismah.
1.      Mal qismah yaitu harta yang bisa dibagi, yang mana apabila harta itu dibagi tidak rusak dan manfaatnya tidak hilang.[21] Contoh mal qishmah yaitu sekarung gandum, sekarung kurma.
2.      Mal ghairu qismah yaitu harta yang tidak bisa dibagi, yang mana apabila harta itu dibagi akan rusak atau manfaatnya hilang.[22] Contoh mal ghairu qismah yaitu kursi, meja.

E.     Hibah
Hibah menurut etimologi yaitu perlewatannya untuk melewatkan sesuatu dari tangan satu kepada tangan orang lain. Hibah menurut segi terminologi yaitupemberian sesuatu kepada orang lain untuk dimiliki zatnya tanpa mengharapkan penggantian (balasan).[23]
Terdapat juga definisi lain yang menyatakan bahwa hibah adalah akad yang mengakibatkan pemilikan harta, tanpa ganti rugi, yang dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara sukarela[24].
Menurut Ulama Hanabilah, hibah adalah kepemilikan harta dari seseorang kepada orang lain yang mengakibatkan orang yang di beri boleh melakukan tindakan hukum terhadap harta itu, yang mana penyerahannya dilakukan ketika pemberi masih hidup tanpa mengharapkan imbalan[25].
F.      Sedekah
Sedekah yaitu pemberian zat benda dari seseorang kepada orang lain tanpa mengganti dan hal ini dilakukan karena ingin memperoleh pahala dari Allah SWT. Sedekah ini hukumnya sunnah, hal ini berdasarkan hadits nabi Muhammad SAW yang berarti:
“Bersedekahlah walaupun dengan sebutir kurma, karena hal itu dapat menutupinya dari kelaparan, memadamkan kesalahan sebagaimana air memadamkan api. (HR. Ibn al-Mubarak).”[26]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Harta merupakan keperluan hidup yang sangat penting dan merupakan salah satu dari perhiasan dunia, artinya bahwa harta mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan menemui kesulitan apabila dalam hidupnya tidak memiliki harta yang cukup. Islam sangat menganjurkan manusia untuk bertebarab di muka bumi ini untuk mencari karunia Allah.[27]
Selain sebagai perhiasan dunia, harta juga sebagai bekal untuk kehidupan akhirat. Harta sangat banyak jenisnya, ada harta umum, harta khusus, harta yang dapat dibagi dan harta yang tidak dapat dibagi.
Sebagian dari harta yang dimiliki manusia adalah hak orang lain, yang mana harta tersebut harus dikeluarkan untuk shadaqah dengan maksud mencari pahala untuk bekal akhirat. Harta tersebut juga boleh diberikan secara Cuma-Cuma kepada orang yang membutuhkan yang mana tanpa mengharapkan imbalan.hal ini dilakukan hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah.[28]

DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rahman Ghazali, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
Gufran A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Hasbi Ash-Shiddieqiy, Pengantar Ilmu Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Huda, Qamarul, Fiqh Muamalah,Yogyakarta: Teras, 2011.
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.
Ritonga, Rahman, dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2012.
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Cet. 3.

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adilatuhu, Terjemahan Jilid 6, Jakarta : Gema Insani, 2011.



[1]Qamarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Teras, 2011). Hlm. 12.
[2]Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014). Hlm. 9.
[3] Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000. Hlm. 73.
[4]Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adilatuhu, Terjemahan Jilid 6, (Jakarta: Gema Insani, 2011) hlm. 46.
[5] Gufran A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Konstektual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002). Hlm. 12.
[6]Hasbi Ash-Shiddieqiy, Pengantar Ilmu Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), Hal.140.
[7] Hasbi Ash-Shiddieqiy, Ibid.,hlm. 141.
[8] Wahbah Az-Zuhaili., op.cit.,hlm. 46.
[9]HendiSuhendi, Op.cit., hal.9.
[10]Hasbi Ash-Shiddieqiy, Op.Cit.,hlm. 141.
[11]Hasbi Ash-Shiddieqiy, Ibid.,hlm. 141.

[12]Hendi Suhendi,Ibid.,hal.9.
[13]Gufran A. Mas’adi, Op.cit., hlm.13
[14]Gufran A. Mas’adi, Ibid., hlm.13
[15]Wahbah Az-Zuhaili., op.cit.,hlm. 46.
[16]Wahbah Az-Zuhaili., op.cit,hlm. 46.
[17]Hendi Suhendi, Op.cit,hlm. 10.
[18]Gufran A. Mas’adi, Op.cit., hlm.13
[19]Hendi Suhendi, Op.cit,hlm. 10.
[20]Hendi Suhendi, Ibid,hlm. 10.
[21]Nasrun Haroen,  Op.Cit., hlm. 79
[22] Nasrun Haroen, Ibid.,hlm. 79
[23] Abdur Rahman Ghazali, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008). Hlm. 31.
[24]Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2012.Hlm.77.
[25] Nasrun Haroen,  Op. Cit.,., hlm. 82.
[26] Nasrun Haroen,  Ibid., hlm. 89.
[27]Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Cet. 3.
[28] Nasrun Haroen,  Op,cit., hlm. 82.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.